"Bagi Abang, adek tu kayak Nasi. Kalo gak ada adek bisa, tapi pasti ada yang kurang"
(Kutipan: Isa Putra, Di Depan Rumah Gampong Peurada, 2007)
"Adek Adalah Separuh Jiwa Abang"
(Kutipan: Isa Putra, anywhere, anytime, 2008)
Beberapa tahun yang lalu, saat sebelum menikah kami adalah pasangan yang bagai sendal/sepatu. Selalu melengkapi satu sama lain. Saat salah satunya tidak ada di sisi, maka bagian yang lain terasa aneh untuk berdiri sendiri. Kami selalu berdua, kemanapun, dimanapun, kapanpun, dimana ada Isa disitu ada Ida, ya begitulah kira-kira. Risih dengan pandangan masyarakat? Yes! Sangat risih karena kebetulan kami bertetangga yang hanya dipisahkan oleh satu rumah yang ditinggali oleh pasangan Tuna Netra. Kebanyakan tetangga cuek, teman-teman yang ada didekat kami juga cuek (kelihatannya). Tapi kami selalu memusingkan ini (pandangan orang) tentang kami, tidak sedikit orang-orang di Gp. Peurada yang mengira kami adalah pasangan suami istri, itu pasti karena hubungan kami yang sangat erat bagai sendal jepit!
Pacarku dulu adalah orang yang sangat lembut dan sangat sabar.
Hingga bertahun-tahun lamanya kami terus bertahan dengan hubungan yang kadang indah kadang pahit, namun yang pasti dia selalu setia dan jujur apa adanya, dan satu lagi, semarah apapun dia kepadaku gak pernah sekalipun dia kasarin aku, pacarnya.
Setalah lebih kurang 4 tahun kami bersama, kami memutuskan untuk menikah, padahal saat itu kuliahku masih di semester akhir. Keputusan kami untuk menikah tentu bukan tanpa pertimbangan. Banyak hal yang membuat kami memuttuskan lebih baik menikah saat itu. Dan keputusan kami ternyata tidak mendapat dukungan dari orang tua ku. Awalnya keluarga pacarku pun agak keberatan karna memikirkan usia kami yang masih sangat muda. Saat-saat berjuang untuk menikah pun kami jalani, bermacam rintangan dan alasan keluarga semua kami patahkan. Intinya keputusan kami untuk menikah sudah sangat bulat dan tidak dapat di ganggu gugat.
Tanggal 04 Agustus diputuskan sebagai tanggal untuk Akad Nikah kami, disusul dengan Resepsi pada tanggal 06 Agustus di kediaman orang tua ku dan 08 Agustus di kediaman orang tua nya.
Setelah menikah hubungan kami gak banyak perubahan, tetap sama seperti saat kami pacaran, ketawa bareng, berdebat, berantem dlsb masih kami lakukan bersama. Kata-kata kakakku yang pernah bilang bahwa pernikahan hanya manis di 3 bulan pertamapu terpatahkan, karna aku masih merasakan manis itu sampai 16 bulan berikutnya.
Namun saat terindah dan termanis adalah saat aku mengandung anak kami setelah 7 bulan pernikahan. Dia semakin ekstra manis dan ekstra sabar menghadapi aku yang uring-uringan karna hamil muda. Masih sangat manis hingga aku melahirkan anak kami.
Namun akhir-akhir ini, 10 bulan terakhir, aku mulai merasakan perubahan pada sifat suamiku, dia mulai tempramen, malah kadang dia gak segan mukul aku kalau aku bertingkah karena kelelahan. Kini, manis itu sirna sudah, hanya datar dan sama sekali tak berwarna, hanya zammy anak kami yang bisa mencairkan suasana di rumah kecil yang kini bagai neraka bagiku.
Teruntuk suamiku Isa Putra,
Kemanakah kebahagiaan qt dulu?
Kemanakah sapa manis nan lembut darimu untukku dulu?
Bagaimana cara untuk mengembalikan dirimu yang dulu suamiku?
Aku selalu begini, seperti dulu, tak ada yang berubah.
Hanya kini semakin ketakutan tiap kali berhadapan denganmu.
Hingga bertahun-tahun lamanya kami terus bertahan dengan hubungan yang kadang indah kadang pahit, namun yang pasti dia selalu setia dan jujur apa adanya, dan satu lagi, semarah apapun dia kepadaku gak pernah sekalipun dia kasarin aku, pacarnya.
Setalah lebih kurang 4 tahun kami bersama, kami memutuskan untuk menikah, padahal saat itu kuliahku masih di semester akhir. Keputusan kami untuk menikah tentu bukan tanpa pertimbangan. Banyak hal yang membuat kami memuttuskan lebih baik menikah saat itu. Dan keputusan kami ternyata tidak mendapat dukungan dari orang tua ku. Awalnya keluarga pacarku pun agak keberatan karna memikirkan usia kami yang masih sangat muda. Saat-saat berjuang untuk menikah pun kami jalani, bermacam rintangan dan alasan keluarga semua kami patahkan. Intinya keputusan kami untuk menikah sudah sangat bulat dan tidak dapat di ganggu gugat.
Tanggal 04 Agustus diputuskan sebagai tanggal untuk Akad Nikah kami, disusul dengan Resepsi pada tanggal 06 Agustus di kediaman orang tua ku dan 08 Agustus di kediaman orang tua nya.
Setelah menikah hubungan kami gak banyak perubahan, tetap sama seperti saat kami pacaran, ketawa bareng, berdebat, berantem dlsb masih kami lakukan bersama. Kata-kata kakakku yang pernah bilang bahwa pernikahan hanya manis di 3 bulan pertamapu terpatahkan, karna aku masih merasakan manis itu sampai 16 bulan berikutnya.
Namun saat terindah dan termanis adalah saat aku mengandung anak kami setelah 7 bulan pernikahan. Dia semakin ekstra manis dan ekstra sabar menghadapi aku yang uring-uringan karna hamil muda. Masih sangat manis hingga aku melahirkan anak kami.
Namun akhir-akhir ini, 10 bulan terakhir, aku mulai merasakan perubahan pada sifat suamiku, dia mulai tempramen, malah kadang dia gak segan mukul aku kalau aku bertingkah karena kelelahan. Kini, manis itu sirna sudah, hanya datar dan sama sekali tak berwarna, hanya zammy anak kami yang bisa mencairkan suasana di rumah kecil yang kini bagai neraka bagiku.
Teruntuk suamiku Isa Putra,
Kemanakah kebahagiaan qt dulu?
Kemanakah sapa manis nan lembut darimu untukku dulu?
Bagaimana cara untuk mengembalikan dirimu yang dulu suamiku?
Aku selalu begini, seperti dulu, tak ada yang berubah.
Hanya kini semakin ketakutan tiap kali berhadapan denganmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar